Jumat, 01 Mei 2015

11.3 Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional

Sejak zaman Ir. Soekarno saat beliau menjabat menjadi presiden pertama di Indonesia, proses industrialisasi Negara Indonesia telah dirintis oleh beliau. Mulai dari berbagai pabrik pembuatan aneka bahan pokok di Indonesia, dan lainnya. Industrialialisasi di Indonesia mulai berkembang pesat saat Bapak Soeharto menjabat sebagai presiden. Puncaknya adalah mampunya Indonesia menerbangkat pesawat buatan anak negeri sendiri, yaitu N250 – Gatotkaca yang pada waktu itu dipelopori oleh BJ. Habibie. Setelah sukses melakukan peluncuran tersebut, makin banyak industry-industri di Indonesia yang berdiri. Kawasan Industri pun semakin bertebaran. Di Jawa Timur sendiri, terdapat beberapa kawasan industri yang terkenal. Seperti di daerah Surabaya, Gresik, Malang, dan lainnya. Mulai dari Industri berat sampai industri-industri kecil
Dengan semakin berkembangnya Industri tersebut, maka dalam Industri tentunya diperlukan sebuah keilmuan yang berhubungan dengan proses produksi industri tersebut, khususnya industri manufaktur. Salah satu ilmu yang diperlukan adalah Proses Manufaktur. Yaitu proses pembuatan produk manufaktur mulai dari pencampuran bahan baku, proses pengecoran, pembentukan, hingga finishing. Dalam kehidupan manusia, ilmu ini dapat diimplementasikan untuk membuat alat-alat kehidupan sehari-hari. Mulai dari kursi, meja, laptop, kalkulator, dll. Oleh karena itulah, proses manufaktur sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, karena hamper semua tool atau peralatan hidup manusia dibuat melalui proses manufaktur.
Pada tahun 2012 yang lalu, berdasarkan riset yang dilaporkan oleh UNIDO (Organisasi Pengembangan Industri Dunia), pertumbuhan industri manufaktur global pada kuartal III tahun 2012 hanya 0.2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Catatan itu sekaluigus menunjukkan pertumbuhan paling lambat sejak tahun 2009. Catatan ini pula menjadi warning kepada seluruh negara-negara di dunia. Sebab, menurut badan PBB tersebut, industri manufaktur akan menghadapi tantangan berat ke depannya. Hal itu disebabkan resesi kuat di Eropa, serta melemahnya pertumbuhan ekonomi di Amerika Utara serta Asia Timur, ditambah dengan melambatnya laju ekonomi di negara-negara berkembang.
Krisis ekonomi global menjadi kendala berkembangnya sektor industri manufaktur di seluruh dunia. Lesunya perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa yang merupakan kiblat perekonomian dunia berdampak pada berbagai sektor termasuk perindustrian manufaktur. Dampak dari itu semua adalah  perekonomian dunia pun ikut lesu karena sektor industri manufaktur termasuk sektor yang paling basah.
Tingginya konsumsi masyarakat berakibat pada penguatn kinerja impor. Namun, di sisi lain, kinerja ekspor relatif melemah akibar rendahnya permintaan di dunia yang menyebabkan neraca perdagangan defisit. Krisis ekonomi di dunia juga berdampak pada melemahnya nilai tukar berbagai mata uang negara, sehingga sektor industri manufaktur pun semakin lesu.
Di tahun 2013 ini, banyak pihak yang lebih merasa optimistis dengan perkembangan industri manufaktur dunia. Selain kondisi perekonomian amerika dan eropa yang makin membaik, sektor industri manufaktur di negara berkembang juga semakin pesat perkembangannya. Dengan begitu walaupun masih ada bayang-bayang krisis ekonomi global, diharapkan industri manufaktur dunia lebih kreatif dalam mengatasi permasalahan ini.
Sementara di Indonesia ini, prospek perkembangan industri manufaktur begitu pesat. Optimisme itu merujuk pada krisis moneter pada tahun 1998 yang lalu saat perekonomian Indonesia hancur lebur. Namun Indonesia ternyata mampu bangkit dan pada tahun 2011 yang lalu pertumbuhan PDB bahkan mencapai 6.2%. Pada tahun 2012, pertumbuhan sektor industri manufaktur khusus sektor nonmigas secara kumulatif mencapai 6.5%. Bahkan pada kuartal II tahun 2012 pertumbuhan mencapai angka 7.27%. Hal itu membawa angina segar bagi sektor industri manufaktur di Indonesia. Namun, yang perlu diingat di sini adalah tantangan untuk thun 2013 ini lebih berat ke depannya. Salah satu faktor yang paling memicu adalah kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik) sebesar 15% yang itu akan berpengaruh pada daya saing industri baik di sektor domestic maupun pasar ekspor.
Tantangan berat lain yang harus dihadapi oleh Indonesia adalah “ASEAN-China Free Trade Area” yang telah diberlakukan semenjak Januari 2010 yang lalu. Hal itu menyebabkan berbagai produk manufaktur dari china memasuki pasar Indonesia dengan deras. Berbagai produk elektronik yang berharga murah pun menggerogoti pangsa pasar produk lokal Indonesia. Demikian juga produk lainnya, seperti besi, baja, tekstil, dan barang-barang hasil industri lainnya.
Melemahnya permintaan impor dari negara Eropa dan Amerika Serikat yang masih mengalami masalah ekonomi, juga menyebabkan china melakukan ekspansi besar-besaran ke seluruh negara Asia termasuk Indonesia. Walaupun tidak semua sektor industri manufaktur yang mengalami ancaman dari China, namun ini tetap saja harus menjadi perhatian serius.
Masalah lain yang harus segera dibenahi dalam sektor Industri manufaktur adalah pengadaan bahan baku. Selama ini, sebagian industri manufaktur di Indonesia masih belum mampu melakukan pengadaan bahan baku sendiri, sehingga melakukan impor seperti pengadaan bahan baku plastik dan produk hulu petrokimia, bahan baku industri baja, dll.
Keterbatasan infrastruktur transportasi juga menjadi masalah yang penting. Kondis mesin yang tua juga menjadi deretan masalah yang dihadapi dan perlu penanganan lebih lanjut dan serius, karena apabila tidak segera diatasi dalam waktu dekat bisa menurunkan daya saing sektor industri ini sehingga industri manufaktur di Indonesia akan sulit berkembang.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar