Sejak zaman Ir. Soekarno saat
beliau menjabat menjadi presiden pertama di Indonesia, proses industrialisasi
Negara Indonesia telah dirintis oleh beliau. Mulai dari berbagai pabrik
pembuatan aneka bahan pokok di Indonesia, dan lainnya. Industrialialisasi di
Indonesia mulai berkembang pesat saat Bapak Soeharto menjabat sebagai presiden.
Puncaknya adalah mampunya Indonesia menerbangkat pesawat buatan anak negeri
sendiri, yaitu N250 – Gatotkaca yang pada waktu itu dipelopori oleh BJ.
Habibie. Setelah sukses melakukan peluncuran tersebut, makin banyak
industry-industri di Indonesia yang berdiri. Kawasan Industri pun semakin
bertebaran. Di Jawa Timur sendiri, terdapat beberapa kawasan industri yang
terkenal. Seperti di daerah Surabaya, Gresik, Malang, dan lainnya. Mulai dari
Industri berat sampai industri-industri kecil
Dengan semakin berkembangnya
Industri tersebut, maka dalam Industri tentunya diperlukan sebuah keilmuan yang
berhubungan dengan proses produksi industri tersebut, khususnya industri
manufaktur. Salah satu ilmu yang diperlukan adalah Proses Manufaktur. Yaitu
proses pembuatan produk manufaktur mulai dari pencampuran bahan baku, proses
pengecoran, pembentukan, hingga finishing. Dalam kehidupan manusia, ilmu ini
dapat diimplementasikan untuk membuat alat-alat kehidupan sehari-hari. Mulai
dari kursi, meja, laptop, kalkulator, dll. Oleh karena itulah, proses
manufaktur sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, karena hamper semua tool atau
peralatan hidup manusia dibuat melalui proses manufaktur.
Pada tahun 2012 yang lalu,
berdasarkan riset yang dilaporkan oleh UNIDO (Organisasi Pengembangan Industri
Dunia), pertumbuhan industri manufaktur global pada kuartal III tahun 2012
hanya 0.2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Catatan itu sekaluigus
menunjukkan pertumbuhan paling lambat sejak tahun 2009. Catatan ini pula
menjadi warning kepada seluruh negara-negara di dunia. Sebab,
menurut badan PBB tersebut, industri manufaktur akan menghadapi tantangan berat
ke depannya. Hal itu disebabkan resesi kuat di Eropa, serta melemahnya
pertumbuhan ekonomi di Amerika Utara serta Asia Timur, ditambah dengan
melambatnya laju ekonomi di negara-negara berkembang.
Krisis ekonomi global menjadi
kendala berkembangnya sektor industri manufaktur di seluruh dunia. Lesunya
perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa yang merupakan kiblat perekonomian
dunia berdampak pada berbagai sektor termasuk perindustrian manufaktur. Dampak
dari itu semua adalah perekonomian dunia pun ikut lesu karena sektor
industri manufaktur termasuk sektor yang paling basah.
Tingginya konsumsi masyarakat
berakibat pada penguatn kinerja impor. Namun, di sisi lain, kinerja ekspor
relatif melemah akibar rendahnya permintaan di dunia yang menyebabkan neraca
perdagangan defisit. Krisis ekonomi di dunia juga berdampak pada melemahnya
nilai tukar berbagai mata uang negara, sehingga sektor industri manufaktur pun
semakin lesu.
Di tahun 2013 ini, banyak pihak
yang lebih merasa optimistis dengan perkembangan industri manufaktur dunia.
Selain kondisi perekonomian amerika dan eropa yang makin membaik, sektor
industri manufaktur di negara berkembang juga semakin pesat perkembangannya.
Dengan begitu walaupun masih ada bayang-bayang krisis ekonomi global,
diharapkan industri manufaktur dunia lebih kreatif dalam mengatasi permasalahan
ini.
Sementara di Indonesia ini,
prospek perkembangan industri manufaktur begitu pesat. Optimisme itu merujuk
pada krisis moneter pada tahun 1998 yang lalu saat perekonomian Indonesia
hancur lebur. Namun Indonesia ternyata mampu bangkit dan pada tahun 2011 yang
lalu pertumbuhan PDB bahkan mencapai 6.2%. Pada tahun 2012, pertumbuhan sektor
industri manufaktur khusus sektor nonmigas secara kumulatif mencapai 6.5%.
Bahkan pada kuartal II tahun 2012 pertumbuhan mencapai angka 7.27%. Hal itu
membawa angina segar bagi sektor industri manufaktur di Indonesia. Namun, yang
perlu diingat di sini adalah tantangan untuk thun 2013 ini lebih berat ke
depannya. Salah satu faktor yang paling memicu adalah kenaikan TDL (Tarif Dasar
Listrik) sebesar 15% yang itu akan berpengaruh pada daya saing industri baik di
sektor domestic maupun pasar ekspor.
Tantangan berat lain yang harus
dihadapi oleh Indonesia adalah “ASEAN-China Free Trade Area” yang telah
diberlakukan semenjak Januari 2010 yang lalu. Hal itu menyebabkan berbagai
produk manufaktur dari china memasuki pasar Indonesia dengan deras. Berbagai
produk elektronik yang berharga murah pun menggerogoti pangsa pasar produk
lokal Indonesia. Demikian juga produk lainnya, seperti besi, baja, tekstil, dan
barang-barang hasil industri lainnya.
Melemahnya permintaan impor dari
negara Eropa dan Amerika Serikat yang masih mengalami masalah ekonomi, juga
menyebabkan china melakukan ekspansi besar-besaran ke seluruh negara Asia termasuk
Indonesia. Walaupun tidak semua sektor industri manufaktur yang mengalami
ancaman dari China, namun ini tetap saja harus menjadi perhatian serius.
Masalah lain yang harus segera
dibenahi dalam sektor Industri manufaktur adalah pengadaan bahan baku. Selama
ini, sebagian industri manufaktur di Indonesia masih belum mampu melakukan
pengadaan bahan baku sendiri, sehingga melakukan impor seperti pengadaan bahan
baku plastik dan produk hulu petrokimia, bahan baku industri baja, dll.
Keterbatasan infrastruktur
transportasi juga menjadi masalah yang penting. Kondis mesin yang tua juga
menjadi deretan masalah yang dihadapi dan perlu penanganan lebih lanjut dan
serius, karena apabila tidak segera diatasi dalam waktu dekat bisa menurunkan
daya saing sektor industri ini sehingga industri manufaktur di Indonesia akan
sulit berkembang.
Sumber:http://kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19900/7-INDUSTRIALISASI+DAN+PERKEMBANGAN.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar