1. Pemerintahan
Orde Lama
Sejak
berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sudah tokok-tokoh negara saat itu
telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik
secara individu maupun diskusi kelompok.
Sebagai
contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar
perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah
koperasi, namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara
koperasi.
Demikian
juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam
pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah
semacam ekonomi campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya
disepakatilah suatu bentuk ekonomi yang baru, dinamakan sebagai Sistem
Ekonomi Pancasila, yang didalamnya mengandung unsur pentinga yang
disebut Demokrasi Ekonomi. Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan
yang akan mencerminkan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia,
maka menurut UUD’45, sistem perekonomian Indonesia tercermin dalam pasal-pasal
23, 27, 33. Dan 34.
Demokrasi
Ekonomi dipilih, karena mempunyai ciri-ciri positif yang diantaranya adalah
(Suroso, 1993) :
a)
Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
b)
Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai oleh negara.
c)
Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
d)
Sumber-sumber kekayaan dan keuangan
negara digunakan dengan pemufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta
pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula.
e)
Warga negara memiliki kebebasan dalam
memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan
penghidupan yang layak.
f)
Hak milik perorangan diakui dan
pemanfaatnnya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
g)
Potensi, inisiatif dan daya kreasi
setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak
merugikan kepentingan umum.
h)
Fakir miskin serta anak terlantar,
dipelihara oleh pemerintah.
Sistem perekonomian di
Indonesia sangat menentang adanya sistem Free Fight Liberalism, Etatisme
(Ekonomi Komando) dan Monopoli, karena sistem ini memang tidak sesuai dengan
sitem ekonomi yang dianut Indonesia (bertentangan).
a.
Free fight liberalism : Sistem
kebebasan usaha yang tidak terkendali, sistem ini dianggap tidak cocok
dengan kebudayaan Indonesia dan berlawanan dengan semangat gotong-royong yang
tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33, dan dapat mengakibatkan semakin
besarnya jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin.
b.
Etatisme : Suatu paham dalam
pemikiran politik yang
menjadikan negarasebagai
pusat segala kekuasaan. Negara adalah sumbu yang menggerakkan seluruh elemen
politik dalam suatu jalinan rasional, yang dikontrol secara ketat dengan
menggunakan instrumen kekuasaan. Keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan
juga dapat mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk dapat berkembang
dan bersaing sehat.
c.
Monopoli : suatu bentuk pemusatan
ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain
pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan sang monopoli.
Meskipun pada awal
perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi pancasila, ekonomi
Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti sistem perekonomian
liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun1950-an
sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis
dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, pernah juga
memberi corak perekonomian di tahun 1960-an sampai dengan pada masa orde
baru.
2. Pemerintahan
Orde Baru
Orde
Baru adalah sebutan bagai masa pemerintahan Presiden Soeharto. Orde Baru
menggantikan pemerintahan Orde Lama yang di pimpin oleh Soekarno. Orde Baru
berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi
Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang
merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan
miskin juga semakin melebar. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto
untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali
secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Politik Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik
Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri
dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu
kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi
anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September1966 mengumumkan
bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota
PBB kembali pada tanggal 28 September 1966,
tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada tahap awal,
Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan
politik - di Eropa
Timur sering disebut lustrasi -
dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai
Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan
menggelar Mahkamah
Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang
dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian
dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia
dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan
yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan
dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui
struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli
ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya
bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat
dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar
oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi
tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang
pembangunan antara pusat dan daerah. Selama masa pemerintahannya,
kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara
besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di
Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada
tahun 1970-an dan 1980-an. Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi.
Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di
Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak
langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara
terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang,
meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas china indonesia terutama
dari komunitas pengobatan china tradisional karena pelarangan sama sekali akan
berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa di tulis dengan
bahasa mandarin. Mereka pergi hingga ke Makhamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung
indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa china indonesia bejanji
tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan
Indonesia. Untuk keberhasilan ini kita mesti memberi penghormatan bagi Ikatan
Naturopatis Indonesia ( I.N.I ) yang anggota dan pengurus nya pada waktu itu
memperjuangkan hal ini demi masyarakat china indonesia dan kesehatan rakyat
indonesia. Hingga china indonesia mempunyai sedikit kebebasan dalam menggunakan
bahasa Mandarin. Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan
terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa
Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer indonesia dalam hal ini
adalah ABRI meski beberapa orang china indonesia bekerja juga di sana. Agama
tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan
pemerintah. Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya
ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia
dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal,
kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang,
yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang
sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa dijauhkan dari
kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia
politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Kelebihan sistem
Pemerintahan Orde Baru
a.
Perkembangan GDP per kapita Indonesia
yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari
AS$1.000
b.
Sukses transmigrasi
c.
Sukses KB
d.
Sukses memerangi buta huruf
e.
Sukses swasembada pangan
f.
Pengangguran minimum
g.
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan
Lima Tahun)
h.
Sukses Gerakan Wajib Belajar
i.
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
j.
Sukses keamanan dalam negeri
k.
Investor asing mau menanamkan modal di
Indonesia
l.
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan
cinta produk dalam negeri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
a.
Semaraknya korupsi, kolusi dan nepotisme
b.
Pembangunan Indonesia yang tidak merata
dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian lagi
disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat.
c.
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah
daerah karena kesenjangan pembangunan terutama di Aceh dan Papua.
d.
Kecemburuan antara penduduk setempat
dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar
pada tahun-tahun pertannya.
e.
Bertambahnya kesenjangan sosial
diakibatkan karena perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi yang kaya dan
yang miskin.
f.
Pelanggaran HAM kepada masyarakat non
pribumi (terutama masyarakat Tionghoa).
g.
Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan.
h.
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai
oleh banyak koran dan majalah yang dibredel.
i.
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan
keamanan, antara lain dengan program “penembakan misterius”.
j.
Tidak ada rencana suksesi (penurunan
kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya).
k.
Menurut kualitas birokrasi Indonesia
yang terjangkit penyakit ‘Asal Bapak Senang’, hal ini adalah kesalahan paling
fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
l.
Menurunnya kualitas tentara karena level
elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak
buah.
Pada
pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk
lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50
tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin
jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat.
Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan
diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti
ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi
presiden ketiga Indonesia.
Penyebab
utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997.
Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis
keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela,
sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang
sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi
dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada
tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu
me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat
keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian
diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut,
Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi
Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang
bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum
bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet
Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari
jabatannya. Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan
sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era
Reformasi".
3. Pemerintahan
Transisi
Krisis
finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya
ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto
saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan
berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan
Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang
kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun
meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam
maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari
jabatannya. Pemerintahan transisi merupakan peralihan antara pemerintahan zaman
Soeharto ke pemerintahan B.J. Habibie.
4. Pemerintahan
Reformasi
Pada
tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie.
Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde
Reformasi. Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden,
ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di
Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam
peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang. Masa pemerintahan Habibie
ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk
membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan
pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Presiden BJ Habibie
mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik
dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari
setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang.
Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru
dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan
tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa
diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan
meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa
dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah perwira militer
yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat
penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural. Ketika Habibie
mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar
yang harus dihadapinya, yaitu:
a.
Masa depan Reformasi;
b.
Masa depan ABRI;
c.
Masa depan daerah-daerah yang ingin
memisahkan diri dari Indonesia;
d.
Masa depan Soeharto, keluarganya,
kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e.
Masa depan perekonomian dan
kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa
kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi
tuntutan reformasi dari masyarakat.
1. Kebijakan
dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil
mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang
politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
a.
UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai
politik
b.
UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan
Umum.
c.
UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan
Kedudukan DPR/MPR.
2. Kebijakan
dalam bidang ekonomi
Untuk memperbaiki perekonomian yang
terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat,
serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Kebebasan
menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat
mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik
dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara
terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat,
kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan
cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
4. Pelaksanaan
Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil
diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang
demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain
masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha
Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah
Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur.
Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah
pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari
Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh
dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama
Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.