Jumat, 01 Mei 2015

12.4 Ekspor

UKM yang berorientasi ekspor, menurut (Tambunan, 2003) diklasifikasikan menjadi dua, yakni Produsen Eksportir (Direct Exporter) dan Eksportir Tidak Langsung (Indirect Exporter). UKM Produsen Ekspor adalah UKM yang menghasilkan produk ekspor dan menjualnya secara langsung kepada pembeli dari luar negeri (buyer) atau importir. Sementara itu, UKM Eksportir Tidak Langsung adalah UKM yang menghasilkan produk ekspor, yang melakukan kegiatan ekspor secara tidak secara langsung denganbuyer/importir, tetapi melalui agen perdagangan ekspor atau eksportir dalam negeri. Jumlah UKM Produsen Ekspor hanya 0,19 persen dari total UKM di Indonesia. Sedangkan 99,81 persen UKM lainnya melakukan ekspor secara tidak langsung dan/atau hanya melakukan penjualan di pasar domestik. Pada kelompok UKM Produsen Ekspor, jumlah UKM yang melakukan ekspor sendiri hanya 8,7 persen, sedangkan 91,3 persen UKM lainnya kegiatan ekspor dilakukan oleh importir.
Apabila ditilik dari nilai pangsa ekspor, pangsa nilai ekspor UKM Eksportir Tidak Langsung sebesar 99,02 persen, sedangkan pangsa ekspor UKM Produsen Eksportir sebesar 0,98 persen. Namun demikian, tingkat perolehan keuntungan yang diperoleh UKM Produsen Eksportir lebih besar dibandingkan dengan UKM Eksportir Tidak Langsung. Usaha Kecil (UK) yang mempunyai peranan besar dalam ekspor adalah UK yang mengandalkan keahlian tangan (hand made), seperti kerajinan perhiasan dan ukiran kayu. Karakteristik tersebut merupakan keunggulan UK, di mana lebih banyak mengandalkan keterampilan tangan, sehingga cenderung bersifat padat karya. Usaha skala besar (UB) yang cenderung bersifat padat modal, tentunya akan sulit masuk ke dalam dunia usaha ini. Di sisi lain, hal ini memberikan gambaran pentingnya UK dalam penyerapan tenaga kerja,utamanya pada saat krisis ekonomi.
Negara tujuan utama ekspor UK secara umum adalah Singapura, namun bila ditilik menurut komoditas, negara tujuan ekspor relatif beragam. Tingginya nilai ekspor ke Singapura memberikan gambaran masih terdapat potensi peningkatan nilai tambah atau economic rent UK terhadap produk yang diekspor, jika dapat langsung mengekspor ke negara konsumen utama. Hal ini karena Singapura merupakan negara “transit ekspor”, artinya produk UK yang diekspor ke Singapura akan diekspor lagi ke negara lain. Walaupun hampir tidak terjadi perubahan orientasi negara tujuan ekspor, namun pangsa ekspor ke tiap negara tujuan antar waktu cenderung berfluktuatif.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi UKM berorientasi ekspor tidak dapat melakukan ekspor secara langsung, yaitu export trading problem dan financing problem.
a.       Export trading problem terjadi karena tingginya risiko kegiatan ekspor (baik risiko pembayaran maupun pengiriman barang), adanya tenggang waktu (time lag) dalam pembayaran, dan tingginya biaya ekspor.
b.      Financing problem terjadi karena terbatasnya modal yang dimiliki UKM dan finance and guarantee institution problem, yakni rendahnya dukungan lembaga pembiayaan dan penjaminan ekspor terhadap UKM. Kondisi tersebut menngakibatkan strategi pemasaran UKM cenderung menunggu pembeli, sehingga mekanisme perdagangan yang terjadi umumnya adalah buyer.s market.
Sementara itu, Hardono (2003) mengemukakan bahwa pada dasarnya UKM memiliki hambatan yang bersifat klasik, yakni hambatan yang berkaitan dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM), lemahnya manajemen usaha, rendahnya akses terhadap sumber pembiayaan dan pasar, serta rendahnya informasi dan teknologi yang dimilikinya. UKM yang memiliki hambatan dan kendala usaha berkaitan dengan ekspor diklasifikasikan menjadi dua, yakni internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang disebabkan kekurangan atau kelemahan yang melekat pada UKM itu sendiri. Hambatan eksternal adalah hambatan yang disebabkan adanya faktor luar yang tidak melekat pada UKM.
Beberapa aspek yang menjadi hambatan internal bagi UKM dalam kegiatan ekspor adalah :
a.       Masih rendahnya komitmen UKM dalam memenuhi pesanan pelanggan, baik lokal maupun mancanegara (on time delivery);
b.      Masih minimnya sistem managemen yang diterapkan UKM, khususnya dalam aspek produksi, administrasi, dan keuangan;
c.       Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki UKM dalam rangka memenuhi pesanan;
d.      Rendahnya kualitas SDM, sehingga dalam mengelola usahanya tidak didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang sangat rasional;
e.       Terbatasnya modal yang dimiliki UKM, khususnya modal kerja;
f.       Lemahnya jaringan komunikasi dan informasi dengan pihak-pihak terkait, seperti dalam pengadaan bahan baku, terkadang UKM hanya memiliki sumber terbatas, sehingga barang yang diperoleh harganya tinggi;
g.      Rendahnya kemampuan UKM dalam riset dan pengembangan, sehingga belum memenuhi keinginan para buyer.
Di sisi lain, terdapat beberapa aspek yang menjadi hambatan eksternal bagi UKM dalam kegiatan ekspor, yakni;
a.       Tidak stabilnya pasokan dan harga bahan baku serta bahan pendukung lainnya;
b.      Persyaratan dari buyer semakin tinggi, antara lain berkaitan dengan kualitas produk, kualitas lingkungan sosial, kualitas lingkungan kerja, harga yang bersaing, aspek ramah lingkungan;
c.       Masih adanya regulasi pemerintah yang kurang kondusif sehingga dapat menghambat laju ekspor UKM;
d.      Rendahnya akses UKM terhadap pasar, antara lain meliputi permintaan produk, standar kualitas produk, ketepatan waktu pengiriman, dan persaingan harga;
e.       Rendahnya akses UKM terhadap sumber pembiayaan, antara lain meliputi informasi skim kredit dan tingginya tingkat bunga;
f.       Masih munculnya biaya-biaya siluman yang berkaitan dengan ransportasi, kepabeanan, dan keamanan;
g.      Kesulitan memenuhi prosedur dan jangka waktu yang relatif lama untuk mematenkan produk bagi UKM.
Permasalahan yang dihadapi UKM memang sangat kompleks, sehingga dibutuhkan berbagai pendekatan yang dapat mengurangi hambatan yang ada. Keputusan politik pemerintah di semua lini dan tingkatan yang berusaha memberdayakan UKM sudah tepat, mengingat potensi dan peran UKM terhadap pembangunan nasional. Hal yang penting dan mendasar adalah memberikan peluang yang lebih besar kepada para UKM dengan menekan atau mereduksi hambatan-hambatan yang muncul.
Pendekatan yang perlu dilakukan dalam mengurangi hambatan UKM dalam kegiatan ekspor, dapat ditempuh melalui upaya meningkatkan kemampuan finansial dan manajerial UKM, membangun jaringan pemasaran produk ekspor UKM, dan meningkatkan promosi produk ekspor UKM. Kebijakan/peraturan pemerintah yang kondusif dan keberpihakan yang signifikan dunia usaha, merupakan kunci keberhasilan dalam mereduksi hambatan UKM dalam kegiatan ekspor. Di samping itu, diperlukan pemetaandemand dan supply pada negara-negara tujuan ekspor. Hal ini akan sangat membantu UKM dalam menentukan jenis dan tujuan pasar produk ekspornya.
Faktor-Faktor Penghambat Ekspor Produk UKM;
Akses terhadap sumberdaya produktif merupakan aset yang harus dimiliki pelaku bisnis. Akses terhadap sumberdaya produktif merupakan faktor yang menentukan dalam kelancaran dan keberhasilan aktivitas bisnis. Dalam hal ini, UKM masih menghadapi hambatan dalam mengakses sumberdaya produktif. Temuan lapang menunjukkan bahwa hambatan UKM dalam mengakses sumberdaya produktif terdapat pada pembiayaan dan pemasaran (64,29 persen), Jaringan bisnis (57,14 persen) dan teknologi (42,86 persen). Kondisi tersebut di atas memerlukan bantuan/fasilitasi sebagai upaya meningkatkan akses UKM terhadap sumberdaya produktif. Bentuk fasilitasi yang dapat dilakukan adalah menyediakan pembiayaan dengan perlakuan tertentu, baik untuk investasi maupun modal kerja, yang memenuhi criteria persyaratan mudah, mekanisme cepat, dan biaya murah. Di samping itu, diperlukan fasilitasi yang diarahkan pada pengembangan jaringan bisnis UKM agar UKM dapat meningkatkan akses pasar produknya.

Dalam era perdagangan bebas menuntut setiap pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar untuk meningkatkan daya saingnya. Akses terhadap pasar merupakan kunci keberhasilan kegiatan ekspor. Justru hal inilah yang merupakan titik lemah yang dimiliki UKM pada umumnya. Sebagian besar UKM masih mengalami kesulitan dalam menembus pasar ekspor, sehingga memerlukan fasilitasi pihak lain untuk meningkatkan akses pasar ekspornya, baik pemerintah maupun mitra usahanya. Hal ini ditunjukkan dengan temuan lapang bahwa sebagian besar UKM sampel memperoleh akses pasar ekspor melalui keikutsertaan pameran (85,71 persen) dan informasi dari mitra usahanya (71,43 persen). Sedang sebagian kecil memperolehnya melalui media masa (28,57 persen) dan internet (14,26 persen). Kondisi seperti uraian di atas, mengindikasikan bahwa UKM masih memerlukan upaya untuk meningkatkan akses pasar ekspornya. UKM dituntut untuk proaktif dalam mengakses pangsa pasar ekspor produknya. Dengan berbagai keterbatasan yang dimilikinya, UKM memerlukan fasilitasi dari pihak lain, termasuk pemerintah, untuk meningkatkan aksesibiltas terhadap pasar ekspor. Upaya ini dapat dilakukan melalui penyediaan dan penyebarluasan informasi, yang sesuai dengan kebutuhan UKM dalam kegiatan ekspor, terutama yang berkaitan dengan spesikasi produk dan negara tujuan ekspor.




Sumber:Neddy Rafinaldy. 2004. Upaya dan Strategi Pengembangan UKM dalam Rangka Peningkatan Ekspor. Makalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar