Tidak dipungkiri bahwa kesenjangan ekonomi antar wilayah di di
Indonesia sangat tinggi dan terus melebar serta jauh dari harapan akan
pencegahan ataupun pengatasiannya, bayangkan saja pertumbuhan ekonomi masih
berpusat di Jawa yang ditandai dengan perputaran ekonomi yang mencapai 57,63%,
kemudian dilanjutkan oleh pulau Sumatera dengan 23,77 persen, sisanya terjadi
di wilayah Bali, Nusra, Maluku, dan Papua. Dengan kesenjangan ini jugalah yang
mengakibatkan terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi di daerah pada negara
berkembang, untuk lebih jelasnya berikut beberapa faktor utama penyebab
terjadinya ketimpangn pembangunan ekonomi dalam satu wilayah Negara.
1.
Konsentrasi
Kegiatan ekonomi, Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah
tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan
pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi
tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang
rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang
lebih rendah. Sehingga tidak salah jika kita masih menemukan masalah utama
dalam pembangunan, yaitu, Pertama, Kegiatan ekonomi hanya terpusat pada satu
titik daerah saja, contohnya Jawa. Kedua, dengan efek menetes ke bawah tersebut
tidak terjadi atau prosesnya lambat. Banyak faktor yang mnyebabkan hal ini,
seperti besarnya sebagian input untuk berproduksi diimpor (M) dari luar,
bukannya disuplai dari daerah tersebut.
Jika keadaan ini terus dibiarkan maka, daerah di luar pulau Jawa
akan rugi dan semakin miskin saja, karena;
a.
Daerah akan
kekurangan L yang terampil, K serta SDA yang dapat diolah untuk keperluan
sendiri.
b.
Daerah akan
semakin sulit dalam mengembangkan sektor non primer khususnya industri
manufaktur, dan akan semakin sulit mengubah struktur ekonominya yang berbasis
pertanian atau pertambangan ke industri.
c.
Tingkat
pendapatan masyarakat di daerah semakin rendah sehingga pasar output semakin
lama, dan menyebabkan perkembangan investasi di daerah semakin kecil.
2.
Alokasi
Investasi, Indikator lain juga yang menunjukkan pola serupa adalah
distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA)
maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan
ekonomi Harrod-Domar, bahwa kurangnya I di suatu wilayah membuat
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah
tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang produktif,
seperti industri manufaktur.
3.
Mobilitas antar
Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah , Kehadiran buruh migran kelas
bawah adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi
migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera,
lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori
Marxist: naik kelas). Fenomena “move up the ladder” ini dengan sendirinya
membawa kepada konsekuensi kosongnya lapisan terbawah. Walaupun demikian
lapisan ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya lapisan ini sangat
substansial, karena menopang “ladders” atau lapisan-lapisan yang berada di
atasnya. Lapisan inilah yang diisi oleh para migran kelas bawah. Salah satu pilar
ekonomi liberal adalah kebebasan mobilitas faktor produksi, termasuk faktor
buruh. Seharusnya yurisdiksi administratif negara tidak menjadi penghalang
mobilitas tersebut. Namun, tetap saja perpindahan ini perlu ditinjau dan
dikontrol agar tetap teratur.
4.
Perbedaan SDA
antar Provinsi , Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan
ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur
dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya samapai dengan tingkat
tertentu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA dianggap
sebagai modal awal untuk pembangunan. Dalam proses pemulihan ekonomi nasional,
pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan memadai
sebaliknya malah akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya akan
merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri. Oleh karena itu, proses
desentralisasi tidak perlu diakselerasi. Yang perlu diakselerasi adalah
pengembangan kelembagaan dan kemampuan, termasuk untuk pengembangan kebijakan,
pada tingkat daerah, khususnya daerah Tingkat II. Hal ini merupakan kerja
nasional yang harus mendapat prioritas pertama dan dilaksanakan terutama di
daerah. Inilah inti dari pemberdayaan ekonomi daerah yang merupakan kunci bagi
pembangunan ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien. Pembangunan ekonomi
yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai
penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta: petani, pengusaha kecil,
koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses
perencanaan.
5.
Perbedaan
Kondisi Demografis antar Provinsi, Kondisi demografis antar provinsi
berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada
yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi
demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah
berbeda-beda.
6.
Kurang
Lancarnya Perdagangan antar Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga menyebabkan
ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya ketidaklancaran
tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan komunikasi.
Sumber:Prayitno,
Hadi. 2001. Buku Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Penerbit Ghalia
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar