Jumat, 01 Mei 2015

6/7.5 Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan

Ada sejumlah cara mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dapat dibagi kedalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan didalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yakni the generalized entropy (GE), ukuran Atkinson dan koefisien Gini. Rumus dari GE dapat diuraikan sebagai berikut :
        n                    
GE (α) = (1 / ( α– α  |  (1 / n)  ∑  (yi  /  Y^)α  – 1 |
                                                i=1
dimana  n adalah jumlah individu (orang) didalam sampel, yadalah pendapatan dari individu (i=1,2…..n), dan Y= (1/n) ∑yi  adalah ukuran rata-rata pendapatan nilai GE terletak antara 0 sampai OO. Nilai GE nol berarti distribusi pendaptan merata (pendapatan dari semua individu didalam sample data), dan 4 berarti kesenjangan yang sangat besar. Parameter a mengukur besarnya perbedaan-perbedaan antara pendapatan-pendapatan dari kelompok-kelompok yang berbeda didalam distribusi tersebut, dan mempunyai nilai riil.
                        n
A = 1 - | (1/ n) ∑ (yi / Y^1-€ |  1/(1-€)
                      i = 1
dimana € adalah parameter ketimpangan , 0<€<1 : semakin tinggi nilai €, semakin tidak seimbang pembagian pendapatan. Nilai A mencakup dari 0 sampai 1, dengan 1, dengan 0 berarti tidak ada kepincangan dalam distribusi pendapatan.
Alat ukur ketiga dari pendekatan aksioma ini yang selalu digunakan dalam setiap studi-studi empiris mengenai kesenjangan dalam pembagian pendapatan adalah koefisien atau rasio Gini, yang formulanya sebagai berikut :

                                n   n
Gini = (1 /2n2- Y^)  ∑   ∑ | yi – yi |
                             i=1  j=1
Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan dalam pembagian pendapatan, artinya satu orang ( atau satu kelompok pendapatan) disuatu Negara menikmati semua pendaptan Negara tersebut.
            Ide dasar dari perhitungan koefisien Gini berasal dari kurva Lorenz . Koefisien Gini adalah rasio: (a) daerah didalam grafik tersebut yang terletak diantara kurva Lorenz dan garis kemerataan sempurna (yang membentuk sudut 45 derajat dari titik 0 dari sumbu y dan x) terhadap (b) daerah segi tiga antara garis kemerataan tersebut dan sumbu y-x. semakin tinggi nilai rasio Gini, yakni mendekati 1 atau semakin menjauh kurva Lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidak merataan distribusi pendapatan.  

Komulatif % Jumlah Penduduk


Selain tiga alat ukur diatas , cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh bank dunia, adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup: 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20& penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut criteria bank dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok pendapatan rendah menerima lebih kecil 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan; sedangkan ketidakmerataan, apabila kelompok tersebut menerima lebih dari 17% dari jumlah pendapatn.
Kriteria Bank Dunia.
        Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
1         40 % penduduk berpendapatan terendahè Penduduk termiskin
2         40 % penduduk berpendapatan menengah
3         20 % penduduk berpendapatan tinggi




KLASIFIKASI
DISTRIBUSI PENDAPATAN
Ketimpangan Parah
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati < 12 % pendapatan nasional
Ketimpangan Sedang
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 - 17 % pendapatan nasional
Ketimpangan Lunak (Distribusi Merata)
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati > 17 % pendapatan nasional

            Untuk mengukur kemiskinan ada tiga indicator yang diperkenalkan oleh foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak study empiris. Pertama , the incidence of poverty: persentase dari populasi yang hidup didalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita dibawah garis kemiskinan. Indeksnya sering disebut rasio H. kedua, the depth of poverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan poverty gap index. Indeks ini megestimasikan jarak/ perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat dijelaskan dengan formula berikut.
Pa = (1/n) ∑i[(z – yi)/ z]a untuk semua yi < z
            Indeks Pa ini sensitif terhadap distribusi jika a > 1. Bagian [(z – yi)/ z] adalah perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan kelompok ke I keluarga miskin (yi) dalam bentuk suatu persentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z – yi)/ z]a adalah persentase eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor, dan kalau dijumlahkann dari orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa.
            Ketiga, the severity of poverty yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan ( IKK).indeks ini pada prinsipnya sama dengan IJK. Namun, selain mengukur jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan diantara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran diantara penduduk penduduk miskin. Indeks ini yang juga disebut Distributionally sensitive Index dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.
            Adanya dua indicator tersebut (selain rasio H) adalah untuk mengkonpensasi kelemahan dari rasio H yang tidak bisa menjelaskan tingkat keparahan kemiskinan disuatu Negara. Selain itu, para peneliti kemiskinan sudah lama tertarik pada dua factor lain, yaitu rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin dan besarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar orang miskin. Dengan asumsi bahwa factor-faktor lain tetap tidak berubah, tambah tinggi rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin, tambah besar gap pendapatan antar orang miskin, dan kemiskinan akan tambah besar.
Dari dasar pemikiran diatas, muncul indeks kemiskinan sen, yang memasukkan dua factor tersebut, yakni koefisien Gini dan rasio H:
S= H[I + (1-I) Gini]
            Dimana I adalah jumlah rata-rata defisit pendapatan dari orang miskin sebagai suatu persentase dari garis kemiskinan, dan koefisien Gini yang mengukur ketimpangan antara orang miskin. Apabila salah satu dari factor-faktor tersebut naik, tingkat kemiskinan bertambah besar (yang diukur dengann S).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar